Oleh: Alteredik Sabandar (BPD HIPMI 2022–2024) & Sekjend Hena Hetu
Beberapa waktu terakhir publik Kota Ambon dihebohkan dengan pernyataan Walikota Ambon saat melantik sejumlah pejabat eselon Pemkot Ambon di Terminal Transit Tipe B Passo. Dalam kesempatan itu, Walikota menyampaikan keinginannya untuk memanfaatkan gedung terminal tersebut sebagai pusat pemerintahan (balai kota) yang baru, dan bahkan mengucapkan terima kasih kepada DPRD Kota Ambon atas dukungan terhadap gagasan tersebut.
Namun, rencana ini dinilai keliru atau setidaknya Walikota mendapat masukan yang keliru. Pasalnya, gagasan menjadikan Terminal Passo sebagai balai kota baru bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Ambon Nomor 24 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Melanggar Amanat RTRW
Dalam Pasal 78 huruf (a) Perda RTRW disebutkan bahwa kawasan pusat Kota Ambon diarahkan pengembangannya sebagai pusat pelayanan jasa perhubungan, perdagangan, pemerintahan provinsi, pemerintahan kota, serta fasilitas umum berskala kota dan provinsi. Artinya, pusat pemerintahan Kota Ambon hanya boleh berada di kawasan pusat kota, bukan di wilayah lain.
Sementara itu, Pasal 78 huruf (b) mengatur bahwa kawasan Passo diarahkan sebagai kawasan pelayanan jasa perhubungan, perdagangan, sentra industri, serta fasilitas umum berskala kota, bukan sebagai pusat pemerintahan kota.
Lebih jauh, Pasal 17 Perda RTRW menegaskan bahwa wilayah Negeri Passo bersama SWP II direncanakan dikembangkan sebagai pusat pemerintahan kecamatan, perdagangan, perhubungan darat dan laut, aneka industri, kesehatan, pendidikan kejuruan, pariwisata, serta pemukiman—dengan tujuan mengurangi beban kepadatan penduduk di pusat kota. Dengan demikian, wilayah Passo hanya berstatus sebagai pusat pemerintahan kecamatan, bukan pemerintahan kota.
Pasal 21 huruf (b) bahkan secara tegas menyebutkan bahwa Terminal Transit Angkutan Luar Kota Tipe B di Passo harus diselesaikan pembangunannya untuk melayani penumpang dari arah Timur yang masuk ke Kota Ambon. Artinya, tugas Walikota dan DPRD adalah memastikan pembangunan terminal tersebut sesuai fungsi yang telah ditetapkan, bukan justru mengalihfungsikannya.
Perlu Kepatuhan pada Aturan
Gagasan Walikota untuk memindahkan pusat pemerintahan memang terdengar menarik, tetapi jelas menabrak aturan yang ada. Ironisnya, Perda RTRW yang merupakan produk hukum bersama antara DPRD dan Pemkot justru hendak dilanggar oleh kedua lembaga tersebut.
Perlu diingat, Perda RTRW memiliki masa berlaku hingga 2031. Karena itu, Walikota dan DPRD seharusnya menjalankan amanat yang tertuang di dalamnya, bukan membuat kebijakan yang bertentangan dengan hukum yang mereka sahkan sendiri.
Lebih jauh, para pejabat eselon di lingkup Pemkot Ambon semestinya memberikan masukan yang tepat kepada Walikota, bukan justru membiarkan lahirnya wacana yang keliru. Pemerintahan yang baik lahir dari kepatuhan pada aturan, bukan dari gagasan yang melenceng dari landasan hukum.
Penutup
Rencana menjadikan Terminal Passo sebagai balai kota baru tidak hanya berpotensi menimbulkan polemik, tetapi juga melemahkan wibawa hukum di Kota Ambon. Pemerintah kota seharusnya lebih fokus menuntaskan pembangunan terminal sesuai fungsi perhubungan, sebagaimana telah diamanatkan dalam Perda RTRW. AM-1
Jika ingin mengubah rencana tata ruang, maka mekanisme hukum yang benar adalah merevisi Perda RTRW, bukan sekadar mewacanakan langkah instan yang jelas bertentangan dengan aturan.