Jakarta, asammanis.news, Senin 8 September 2025 – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DKI Jakarta menggelar Diskusi Publik di Sekretariat DPW PSI Jakarta. Acara ini dihadiri Ketua PSI DKI Jakarta, Elva Farhi Qolbina, serta menghadirkan sejumlah narasumber seperti praktisi hukum Albert Aris, akademisi Jefferson, dan pemerhati politik Yudi.
Dalam sambutannya, Elva menyampaikan bahwa diskusi publik ini menjadi agenda penting PSI pasca perubahan logo partai, dari bunga mawar menjadi gajah. Ia menekankan bahwa isu RUU Perampasan Aset perlu dikupas lebih dalam, mengingat pembahasan mengenai rancangan undang-undang tersebut kembali mengemuka di DPR.
“Sejak awal, PSI konsisten menyuarakan pentingnya pengesahan RUU Perampasan Aset. Mulai dari Sis Grace, Bro Giring, hingga Mas Kaesang, semua ketua umum PSI menegaskan urgensi aturan ini. Hari ini, kita ingin membuka ruang dialog agar publik bisa melihat secara komprehensif manfaat dan tantangannya,” ujar Elva.
Praktisi hukum Albert Aris menjelaskan bahwa RUU Perampasan Aset sejatinya bukanlah instrumen untuk menjatuhkan sanksi pidana baru, melainkan instrumen hukum acara yang memungkinkan negara menyita aset hasil tindak pidana, khususnya kejahatan ekonomi.
“Perampasan aset bukan hanya menyasar tindak pidana korupsi, tapi juga kejahatan-kejahatan ekonomi lain seperti pencucian uang, penggelapan, hingga kasus perpajakan. Aset ibarat darah yang menghidupi kejahatan. Kalau alirannya bisa diputus, maka kejahatan akan lebih mudah diberantas,” jelas Albert.
Albert juga mengingatkan agar RUU Perampasan Aset tidak dijadikan instrumen politik untuk menyerang lawan. “Hukum harus menjadi sarana rekayasa sosial (social engineering), bukan alat rekayasa politik. Tanpa penegak hukum yang kredibel, undang-undang sebagus apa pun bisa disalahgunakan,” tegasnya. AM.N-001