Jakarta, asammanis.news, 12/09/2025 – Program hilirisasi perikanan yang digadang sebagai strategi besar ekonomi biru dinilai belum berjalan optimal. Alih-alih menciptakan nilai tambah, Indonesia masih terjebak sebagai pemasok bahan mentah ke pasar global.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Sahabat Komendan (DPP GASMEN), Zein Martho Warat, menegaskan bahwa potensi perikanan Indonesia yang begitu besar belum terkelola dengan baik.
“Realitasnya, lebih dari 70 persen ekspor perikanan kita masih dalam bentuk bahan mentah. Nelayan hanya mendapat harga murah, sementara negara lain menikmati keuntungan dari produk olahan bernilai tinggi,” ujar Zein, Jumat (12/9).
Menurut Zein, lemahnya infrastruktur rantai dingin (cold storage) menjadi hambatan klasik yang tak kunjung terselesaikan. Banyak nelayan di kawasan timur Indonesia yang merupakan lumbung ikan nasional tidak memiliki akses fasilitas pengolahan pasca-tangkap.
“Tanpa cold storage, hasil tangkapan cepat rusak. Pilihan nelayan hanya menjual ke pengepul dengan harga yang sangat rendah. Ini menutup peluang hilirisasi dari level bawah,” tegasnya.
Selain ikan, wilayah pesisir Indonesia juga kaya akan rumput laut. Maluku, misalnya, merupakan salah satu daerah penghasil rumput laut terbesar. Namun, menurut Zein, komoditas unggulan ini belum mendapat perhatian penuh dari pemerintah, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Rumput laut kita sebagian besar diekspor dalam bentuk bahan mentah. Padahal, jika diolah menjadi karaginan, agar-agar, atau biofarmasi, nilainya bisa meningkat berkali lipat. Sayangnya, perhatian kementerian masih sangat minim terhadap sentra-sentra produksi seperti Maluku,” ujarnya.
Zein juga menyoroti minimnya dukungan terhadap pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) di sektor perikanan. Padahal, UMKM justru bisa menjadi motor hilirisasi melalui produk-produk olahan seperti abon ikan, bakso ikan, hingga kerupuk ikan.
“Bicara hilirisasi jangan hanya fokus pada industri besar. UMKM harus didorong dengan akses modal, teknologi, dan pasar. Jika tidak, hilirisasi hanya jadi jargon di atas kertas,” tambahnya.
Sebagai negara produsen tuna terbesar, Indonesia kerap mengekspor ikan dalam kondisi beku atau setengah jadi. Ironisnya, negara seperti Jepang dan Spanyol justru mengolah kembali bahan baku tersebut menjadi produk premium dengan nilai jual berlipat.
“Ini yang saya sebut sebagai ironi maritim. Indonesia kaya laut, tapi miskin nilai tambah. Kalau tidak segera dibenahi, hilirisasi hanya menguntungkan negara lain,” tegas Zein.
DPP GASMEN mendesak pemerintah untuk mempercepat pembangunan kawasan industri perikanan terpadu di sentra produksi, memperkuat fasilitas rantai dingin, serta membuka akses pembiayaan bagi UMKM.
“Hilirisasi perikanan bukan sekadar jargon politik. Ini soal kedaulatan ekonomi nelayan dan masa depan maritim Indonesia. Jangan biarkan kekayaan laut kita hanya jadi bahan mentah di meja makan asing,” pungkas Zein. AM.N-001