Asammani.news, 15 Oktober 2025 – Dalam peta kekuasaan ekonomi nasional yang penuh intrik dan kepentingan, nama Menteri Bahlil Lahadalia mencuat sebagai sosok yang mengganggu kenyamanan para pemain lama. Gayanya lugas, tindakannya tegas, dan keberaniannya menabrak zona nyaman membuat banyak pengusaha besar dan kelompok rente mulai gelisah.
Di mata mereka, Bahlil adalah “menteri radikal” yang tidak bisa diajak kompromi dalam urusan kepentingan publik. Karena itu pula, gelombang serangan terhadapnya datang bertubi-tubi. Dunia maya dipenuhi kampanye negatif, digerakkan oleh buzzer-buzzer yang mencoba merusak citra sang menteri.
Namun di dunia nyata, kenyataannya justru terbalik. Publik mulai merasakan hasil kerja dan arah kebijakan yang pro rakyat dan negara. Survei terbaru Index Politica menempatkan Bahlil sebagai salah satu menteri dengan kinerja terbaik di Kabinet Prabowo–Gibran, dengan tingkat kepuasan publik mencapai 84 persen naik signifikan dari tahun sebelumnya.
Dan di tengah tekanan yang datang dari berbagai arah, Bahlil hanya menanggapinya dengan kalimat sederhana, yang kini viral dan menjadi simbol ketegasannya: “Om suka itu.”
Kebijakan yang Mengguncang Status Quo
Kebijakan Bahlil bukan sekadar administratif, tetapi menyentuh akar ketimpangan struktural di sektor energi dan investasi. Ia menata ulang sistem yang selama ini dikuasai segelintir elite bisnis, dengan langkah-langkah konkret dan berani.
Beberapa di antaranya:
1. Menata kembali distribusi gas LPG yang berhasil menyelamatkan uang negara hingga Rp25 triliun per tahun.
2. Menahan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) demi menjaga daya beli masyarakat.
3. Mendistribusikan konsesi lahan tambang kepada organisasi keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah, sebagai bentuk pemerataan manfaat sumber daya alam.
4. Memberikan legalitas bagi sumur-sumur minyak rakyat agar tidak lagi diperas oleh oknum aparat.
5. Mengembalikan kepercayaan publik terhadap Pertamina pasca berbagai kasus hukum.
6. Mencabut lebih dari 2.000 izin usaha pertambangan (IUP) yang mangkrak, termasuk milik perusahaan besar.
7. Menyetop impor BBM dari Singapura dan mempercepat pembangunan kilang nasional.
8. Menghentikan ekspor nikel mentah, yang kemudian menaikkan nilai ekspor dari USD 3 miliar menjadi USD 33 miliar.
9. Meningkatkan produksi minyak nasional hingga melampaui target APBN 2025, untuk pertama kalinya sejak 2008.
Langkah-langkah itu jelas mengguncang kenyamanan para pemain besar. Tapi bagi publik, ini sinyal bahwa negara mulai benar-benar berpihak pada rakyatnya.
Diserang, Tapi Tak Tumbang
Serangan demi serangan datang silih berganti. Namun Bahlil tak gentar. Ia seolah menjadikan tekanan sebagai bahan bakar semangatnya.
Setiap kampanye hitam justru mempertebal kepercayaan masyarakat. Popularitasnya menanjak, reputasinya menguat, dan publik melihat bahwa di balik kegaduhan dunia maya, ada kerja nyata yang sedang berlangsung.
Mungkin benar, seperti pepatah: api tidak melemahkan baja—ia justru menempanya menjadi lebih kuat.
Dari Timur, Untuk Indonesia
Bahlil bukan tipe pejabat pencari aman. Ia tumbuh dari bawah, memahami denyut kehidupan rakyat kecil, dan tahu bagaimana sumber daya negeri ini sering jadi ajang rebutan segelintir elit.
Kini, ketika tanggung jawab besar di sektor energi dan investasi berada di tangannya, ia memilih berpihak kepada rakyat dan negara—meski itu berarti berhadapan dengan para mafia dan oligarki.
Dan setiap kali tekanan datang, Bahlil hanya tersenyum sambil mengulang kalimat yang kini menjadi ikon perlawanan terhadap kepentingan gelap:
“Om suka itu.”



















