Ambon, BacaritaMaluku.com– Gelombang keresahan melanda para pelaku usaha dan warga di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Kota Ambon. Alfred Shanahan Teng, pengusaha ritel pemilik “Dian Pertiwi,” dituding mengerahkan orang bayaran untuk melakukan intimidasi dan pengosongan lahan di area Daerah Milik Jalan (Damija) yang diketahui sebagai aset resmi Pemerintah Provinsi Maluku.
Penelusuran Koalisi Ambon Transparan (KAT) mengungkap intensitas gerakan Alfred sejak awal Januari 2025, bermodal klaim sertifikat tanah yang terbit pada 1996.
Padahal, fakta sejarah menunjukkan lahan di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman telah dibebaskan dan diganti rugi oleh Pemprov Maluku sejak 1979 kepada mendiang Chame Soissa. Sertifikat yang dipegang Alfred bahkan tidak mencakup kawasan jalan maupun Damija.
Meski demikian, Alfred tetap memasang patok beton di penghujung 2024 dengan dalih tata batas, bahkan disebut dihadiri Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon. Ironisnya, patok tersebut dijadikan dasar untuk menekan pelaku usaha di kawasan tersebut. KAT pun menuntut transparansi penuh dari BPN Kota Ambon maupun Kanwil BPN Maluku.
Tekanan kian terasa ketika kuasa hukum Alfred dari kantor advokat Munir Kairoty mengirimkan surat pemberitahuan pengosongan lahan sebanyak tiga kali sejak Januari hingga September 2025. Langkah yang dinilai tanpa prosedur hukum jelas itu membuat para pelaku usaha was-was.
“Setelah patok itu dipasang, kami berkali-kali disurati oleh kuasa hukum Alfred untuk mengosongkan lahan. Padahal, tanah ini jelas milik Pemprov Maluku. Kami jadi dihantui rasa tidak nyaman,” ungkap Taufik, salah satu pelaku usaha yang ditemui KAT.
Situasi ini disebut semakin parah karena adanya aksi premanisme. Alfred dituding mengutus orang suruhan untuk melakukan eksekusi di lapangan.
“Kami punya izin dari Pemprov, tapi kalau ada tekanan begini, bagaimana roda ekonomi bisa berjalan? Pemerintah harus melindungi usaha kecil dan menyelamatkan aset negara,” tambahnya.
KAT menilai praktik intimidasi tersebut adalah wajah nyata mafia tanah di Ambon. Mereka mendesak aparat penegak hukum, baik Polda Maluku maupun Kejaksaan Tinggi, segera mengusut tuntas riwayat kepemilikan tanah dan memproses pihak-pihak yang terlibat.
“Kami pelajari benar, tidak masuk akal ada klaim Damija sampai batas pom bensin di pertigaan. Ini kemungkinan besar juga merembet ke titik lain di Jalan Sudirman dan bahkan kawasan Kolonel Pieters. BPN harus bertanggung jawab,” tegas Koordinator KAT, Taufik Rahman Saleh.
Ia menambahkan, praktik mafia tanah ini bukan hanya merugikan negara, tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi lokal. Karena itu, Pemprov Maluku diminta bertindak tegas, DPRD memperkuat fungsi pengawasan, dan aparat hukum menghentikan intimidasi yang dinilai meresahkan warga.***