Jakarta, Dalam dunia politik, kita sering melihat orang berusaha keras mempertahankan kursi kekuasaan dengan segala cara. Namun, langkah Rahayu Saraswati untuk mundur dari DPR RI justru menghadirkan kejutan yang berbeda: berani, jujur, dan menyejukkan.
Keputusannya bukan karena tekanan atau desakan politik. Ia melangkah mundur karena kesadaran pribadi, demi menjaga integritas dan kehormatan lembaga. Hal ini terasa langka, sebab di tengah budaya politik yang sering didominasi kompromi dan nepotisme, sikap seperti itu jarang sekali kita temui.
Sebagai keponakan Presiden Prabowo Subianto, Saraswati bisa saja memilih jalan aman. Ia bisa berlindung di balik nama besar keluarganya. Tapi ia memilih sebaliknya berdiri di atas prinsip, bukan privilese. Sikap ini menunjukkan bahwa politik yang bermartabat masih mungkin ada di Indonesia.
Yang menarik, pengunduran dirinya justru menjadi bentuk keberanian. Ia rela memikul tanggung jawab meski tidak sepenuhnya bersalah. Bandingkan dengan banyak pejabat lain yang cenderung berkelit atau mencari alasan saat diterpa kritik.
Langkah ini sekaligus menyentil praktik partai politik yang hanya “menonaktifkan” kader bermasalah tanpa dasar hukum yang jelas. Cara instan semacam itu bukan hanya tidak mendidik, tapi juga merusak kepercayaan publik terhadap parlemen.
Saraswati memilih jalannya sendiri. Ia sadar bahwa menjaga nama baik lembaga jauh lebih penting daripada mempertahankan kursi. Dalam pernyataannya, ia berkata: “Berserah tidak sama dengan menyerah, dan perjuangan untuk Indonesia yang lebih baik tidak harus dari kursi di DPR.”
Pesan ini sederhana, tapi dalam: perjuangan bisa dilakukan dari mana saja. Politik bukan semata soal jabatan, tapi tentang nilai dan pengabdian.
Keputusan Saraswati adalah pengingat bagi kita semua—bahwa integritas bukan sekadar kata-kata manis di podium, melainkan keberanian mengambil sikap, meski artinya melepaskan sesuatu yang berharga.
Di tengah banyaknya politisi yang mati-matian mempertahankan kekuasaan, Saraswati memilih jalan sunyi: mundur dengan kepala tegak. Sikapnya menjadi teladan bahwa kejujuran adalah modal paling mahal dalam politik, dan ia berani membayarnya. AM.N-001