Ambon, asammanis.news, 06/09/2025 — Polemik antara organisasi kemasyarakatan dan insan pers kembali mencuat di Maluku. Dewan Pimpinan Daerah Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Depidar SOKSI) Maluku melaporkan Lutfi Helut, wartawan sekaligus pengelola media online, ke Polresta Pulau Ambon dan Pulau Lease atas dugaan pencemaran nama baik melalui media elektronik.
Laporan yang dilayangkan pada Sabtu (06/09) ini menandai eskalasi konflik yang sebelumnya coba diselesaikan melalui mekanisme hak jawab sesuai Undang-Undang Pers, namun disebut tidak diindahkan oleh pihak terlapor.
“Kami sudah menyampaikan hak jawab, tapi yang bersangkutan tetap menyeret organisasi kami dalam pemberitaannya. Karena itu, kami mengambil langkah hukum sebagai bentuk ketegasan sikap,” tegas Ketua Harian SOKSI Maluku, Subhan Pattimahu, usai menyerahkan laporan di SPKT Polresta Ambon.
Kuasa hukum SOKSI, Joe Syaranamual, merinci bahwa laporan tersebut mengacu pada Pasal 27A KUHP (UU Nomor 1 Tahun 2024) junto Pasal 45 ayat (4) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurutnya, inti persoalan terletak pada pemberitaan mengenai dugaan tindak pidana seseorang berinisial IF, yang dalam publikasi media justru dikaitkan dengan organisasi SOKSI dan ketua Depidar SOKSI Maluku.
“Kami merasa dirugikan karena tindak pidana yang dilakukan pribadi oleh seseorang berinisial IF digiring seolah-olah berkaitan dengan organisasi. Ini jelas mencederai nama baik organisasi dan pribadi ketua,” ujarnya.
Syaranamual menegaskan, pihaknya tidak anti terhadap kebebasan pers, tetapi menilai ada batas yang harus dijaga. “Kebebasan pers tidak boleh dijadikan tameng untuk merugikan pihak lain. Kami menghormati fungsi kontrol media, namun dalam kasus ini jelas terjadi pelampauan,” katanya.
Kasus ini membuka kembali diskursus lama: di mana batas antara kebebasan pers dan potensi kriminalisasi jurnalis. Langkah hukum SOKSI bisa dilihat sebagai pembelaan organisasi terhadap reputasinya, namun di sisi lain menimbulkan kekhawatiran soal penyempitan ruang kritis pers di Maluku.
Apalagi, penyelesaian sengketa pers sejatinya diatur melalui Dewan Pers sebagai lembaga etik, bukan semata jalur pidana. Pertanyaannya, apakah laporan ini akan berujung pada sanksi hukum atau justru membuka perdebatan baru mengenai independensi jurnalisme lokal?
Sampai berita ini diturunkan, Lutfi Helut belum memberikan tanggapan atas laporan polisi yang ditujukan kepadanya. AM.N-001